222 total views, 1 views today
“Intinya penyelesaian dikawasan hutan ada aturannya. Ada pertimbangan-pertimbangan sehingga kita melakukan itu, saat ini kita belum menemukan langkah selanjutnya”, beber Rinaldo.
TANJUNG, Mercubenua.net – Mediasi kesekian kalinya terhadap lahan milik warga Desa Kasiau Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong yang diduga diserobot oleh PT Adaro Indonesia belum menemukan titik terang. Bahkan terkesan terlihat tidak ada jalan penyelesaiannya.
Dalam mediasi melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Tabalong, PT Adaro Indonesia menyatakan masih belum bisa mengambil sikap atau tindak lanjut terhadap lahan warga yang saat ini masih menjadi masalah.
Pasalnya, menurut Adaro lahan tersebut tidak jelas pemiliknya lantaran berada dalam kawasan hutan lindung. Untuk operasional di kawasan hutan lindung, perusahaan telah mengajukan ijin untuk pinjam pakai.
Hal tersebut disampaikan salah satu perwakilan PT Adaro Indonesia, Chandra Yusab dalam RDP pada mediasi lanjutan bersama DPRD Tabalong, Perwakilan Masyarakat Desa Kasiau dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabalong serta pihak terkait lainnya. Seperti, Dinas Perkim Tabalong, DPMD Tabalong dan Bagian Tapem Setda Tabalong. Selain dari PT Adaro, dalam mediasi ini juga turut hadir perwakilan PT ATA.
“Kita tidak bisa mengambil langkah selanjutnya, dalam hal ini terkait ganti rugi terhadap lahan yang diklaim oleh warga adalah miliknya”, ujar Chandra Yusab saat sampaikan sikap dihadapan peserta RDP, Selasa (28/2/2023) tadi di Ruang Rapat Pimpinan Lantai 1, Gedung Setwan Tabalong.
Diketahui melanjutkan mediasi sebelumnya, RDP yang ketiga kalinya ini adalah penyampaian soal posisi lahan yang bermasalah apakah terdapat di dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan atau tidak oleh BPN Tabalong.
Seperti yang disampaikan Kasi Survey dan Pemetaan BPN Tabalong, Jadi Wahyu Hadi, dalam kesempatan tersebut menyatakan pihaknya hanya melaksanakan pelayanan terhadap permohonan pengukuran dari tiga pemohon.
Yaitu, Permohonan pengekuran lahan milik Asmah dengan luas bidang tanah hasil pengukuran 18.400 meter persegi, Steprianus 28.691 meter persegi dan Selamat Riyadi 13.390 meter persegi.
Jadi Wahyu Hadi menjelaskan output penyelesaian pekerjaan permohonan bukan merupakan surat tanda bukti kepemilikan atau bukan sebagai tanda bukti hak atas tanah.
Dalam penyampaian BPN Tabalong terungkap lahan milik warga tersebut ada yang berada di luar HGU dan juga di dalam HGU.
Terpisah dari RDP, Rinaldo Kurniawan perwakilan PT Adaro yang turut hadir dalam mediasi saat diwawancara awak media membantah pihaknya disebutkan telah berbelit-belit terhadap persoalan tersebut.
“Kalau dibilang berbelit-belit enggak, seperti yang disampaikan BPN Tabalong ada sebagian lahan yang masuk HGU dan ada sebagian yang ada diluar HGU”, jelasnya.
Ia melanjutkan lahan yang berada diluar HGU masuk dalam kawasan hutan untuk penyelesaiannya ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan tidak bisa serta merta memberi kebijakan.
“Ada aturannya karena sejatinya kawasan hutan adalah tanah negara”, bebernya.
Terkait lahan disekitar tanah warga yang jadi masalah kenapa bisa dibebaskan, ia mengungkapkan perlu melihat lagi penguasaan fisiknya.
“Intinya penyelesaian dikawasan hutan itu ada aturannya. Ada pertimbangan-pertimbangan sehingga kita melakukan itu, untuk saat ini kita belum menemukan langkah selanjutnya untuk lahan warga yang sedang bermasalah”, bebernya.
Sementara itu, perwakilan warga, H. Khair mengaku kecewa terhadap sikap Adaro tersebut. Pasalnya, dahulu yang dipersoalkan oleh perusahaan masalah HGU dan sekarang kawasan hutan.
“Dulu HGU selalu dijadikan tameng. Sekarang bergeser lagi masalahnya”, ujar H Khair. (mer/din)