Piala yang Tersisa dan Saksi Ibu: Elfah Hadapi Sidang Kasus Kecelakaan yang Renggut Nyawa Anaknya

“Keluarga terdakwa pada saat datang itu meminta kami agar kasus ini tidak dibawa ke persidangan,” tandas Elfah.

TANJUNG, Mercubenua.net – “Ma foto, Ulun handak tulak sekolah (ambil gambar, Bu, saya mau berangkat ke sekolah),” begitu kenangan terakhir yang masih membekas di ingatan Mahriati Elfah.

Nampaknya ucapan sederhana itu kini menjadi kalimat yang paling berat ia dengar kembali setiap kali membuka galeri ponselnya.

Di sana, tersimpan foto Rafha Haekal Ahmadinejad putranya yang baru berusia 12 tahun lebih mengenakan seragam putih biru lengkap dengan dasi, tersenyum sebelum berangkat ke sekolah.

Elfah kembali menatap wajah anaknya lewat layar ponsel usai hadir pada sidang perdana kasus kecelakaan yang merenggut nyawa anaknya sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung, Rabu (29/10/2025).

Elfah menjelaskan, Rafha adalah seorang anak yang berprestasi. Bukan hanya di sekolah, tapi ia juga anak yang patuh beribadah. Setiap kali tertinggal sholat berjamaah, ia menjatuhkan “hukuman” untuk dirinya sendiri. Membaca Al-Qur’an dan surah Yasin.

“Bapak kalau mau lihat koleksi pialanya, datang saja ke rumah,” tutur Elfah lirih pada wartawan di Kantor PN Tanjung.

“Rafha sering juara, bukan anak yang ugal-ugalan di jalan,”ucapnya lagi mengenang anaknya yang menjadi korban meninggal akibat kecelakaan pada 4 Agustus 2025.

Kini, piala dan medali menjadi saksi bisu semangat Rafha yang tak sempat tumbuh dewasa dengan cita-cita ingin menjadi seorang Camat.

Rafha dihari kecelakaannya mengendarai kendaraan roda dua di Jalan Bangkar, Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong.

Benturan dengan Dump Truck yang dikemudikan Zainuddin membuat Rafha mengalami luka serius di kepala sebelah kanan bagian belakang. Selain di kepala, korban juga mengalami luka di tangan kiri dan di bagian pipi dekat dengan mata.

“Kami sudah mengikhlaskan peristiwa yang menimpa anak kami. Sudah takdirnya. Tetapi proses hukum tetap harus berjalan,” ujarnya menahan haru dalam persidangan.

Ibunda korban yang berprofesi sebagai bidan ini, mengaku sangat kecewa terhadap terdakwa maupun keluarga terdakwa karena seperti tidak menunjukan rasa empati terhadap kematian anaknya.

Ia menyesalkan setelah terjadi kecelakaan yang melibatkan anak korban, terdakwa Zainuddin tidak langsung memberikan pertolongan, tetapi malah meninggalkan lokasi kejadian begitu saja tanpa memastikan keselamatan anaknya.

“Seandainya terdakwa langsung mengantar atau memberikan pertolongan dengan membawa anak saya ke rumah sakit, bukan malah melarikan diri begitu saja,” ujar Ibu korban menyesalkan tindakan terdakwa yang merupakan suami dari anggota Dewan.

“Kita menyayangkan sikap terdakwa maupun keluarga, tidak ada yang datang pada kejadian itu. Kita ini-itu (urusan) tidak ada mereka datang,” tambahnya lagi.

Lanjutnya, pihak terdakwa melalui tiga keluarganya pada tanggal 7 Agustus 2025 mendatangi rumah korban, bermaksud meminta maaf dan membawakan uang santunan sambil memohon agar terdakwa Zainuddin (kasus kecelakaannya) tidak sampai ke meja hijau.

“Ada orang yang mengatakan Ibu Yuli datang ke rumah kita membawakan uang 200 juta, itu tidak benar,” tegas Elfah kepada media usai mengikuti sidang.

Kini Elfah berharap proses hukum terhadap terdakwa tetap berjalan dan diadili hukum dengan seadil-adilnya.

Terhadap santunan yang diserahkan oleh keluarga terdakwa, yang belakangan diketahui berjumlah Rp 2 Juta sampai saat ini masih utuh karena keluarga korban tidak ada memakai ataupun menyentuh uang tersebut.

Keterangan jumlah uang tersebut berdasarkan sanggahan terdakwa terhadap keterangan ibunda korban yang bersaksi di persidangan di hadapan majelis hakim.

“Keluarga terdakwa pada saat datang itu meminta kami agar kasus ini tidak dibawa ke persidangan,” tandas Elfah.

Diketahui, PN Tanjung menggelar sidang perdana kasus kecelakaan menyebabkan orang meninggal dunia yang melibatkan terdakwa Zainuddin dan korban Rafha Haikal Ahmadinejad dipimpin Hakim Ketua Zuhro Puspita Sari serta Hakim Anggota Rudianti Widianusita dan Rizky Aulia Cahyadri.

Berdasarkan penjelasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tia Meifida dalam sidang, terdakwa Zainuddin terancam pidana Pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pada pasal tersebut mengatur sanksi pidana bagi pengemudi yang lalai dalam berkendara dan menyebabkan kecelakaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dengan penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 Juta.

Sidang kedua kasus ini dijadwalkan akan digelar pada hari Rabu tanggal 5 November mendatang. (mer/din)