
“Kemarin sempat ingin minta bantuan mesin itu, tapi malu. Soalnya baru saja ikut pendampingan,” ucapnya jujur.
TANJUNG, Mercubenua.net – Kadang, harapan tumbuh bukan dari tempat mewah, melainkan dari dapur kecil di sudut rumah.
Dari kompor sederhana dan bahan-bahan lokal, Eka, seorang ibu rumah tangga dari Desa Juai Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong berhasil membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berinovasi.
Ia menamai usahanya Dapur Pepaya, awalnya hanya ingin membuat abon dari buah pepaya.
Bukan saja Abon, berbahan dari buah pepaya, Eka juga mengolahnya menjadi berbagai produk, seperti Keripik Pepaya, Sukade Pepaya hingga Permen Pepaya.
Keberanian dan ide itu muncul saat ia mengikuti pelatihan yang digelar Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tabalong.
Namun Eka tak berhenti di situ. Dengan bekal semangat belajar otodidak, ia menjelajah internet, menonton video YouTube, dan mencoba sendiri di dapur rumahnya.
“Awalnya cuma coba-coba saja. Tapi ternyata dari buah pepaya bisa dibuat abon, dan rasanya enak,” kenangnya.
Takdir baik menghampiri saat Eka dan Dapur Pepayanya terpilih dalam program pembinaan Adaro Spectapreneur pertengahan 2023 lalu.
Bersama sembilan UMKM lain, ia dibina langsung oleh PT Adaro Indonesia sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam memberdayakan pelaku usaha lokal.
Pendampingan ini membawa semangat baru bagi Eka. Ia mulai mengeksplorasi bahan lain yang mudah didapat, bergizi, dan belum banyak dilirik, Daun Kelor.
Dari sana lahirlah inovasi terbaru, Crakers Daun Kelor, camilan sehat yang kini jadi andalan baru Dapur Pepaya.
“Tidak cuma Aboya atau abon pepaya, sekarang kami juga produksi Crakers Daun Kelor,” ujar Eka antusias.
Namun di balik inovasi itu, Eka masih menyimpan harapan. Ia ingin Dapur Pepaya bisa tumbuh lebih besar dan menjangkau pasar yang lebih luas.
Salah satu kebutuhannya saat ini adalah mesin Food Dehydrator, alat penggorengan khusus yang bisa mempertahankan nutrisi bahan seperti buah dan sayur.
“Kemarin sempat ingin minta bantuan mesin itu, tapi malu. Soalnya baru saja ikut pendampingan,” ucapnya jujur.
Eka tahu perjuangannya masih panjang. Tapi ia percaya, selama semangat tetap menyala, selalu ada jalan.
Ia pernah kehilangan usahanya saat pandemi melanda dan PPKM memaksa banyak kegiatan usaha berhenti.
Namun kini, ia berdiri lagi, lebih kuat, lebih yakin, dan lebih siap untuk menghadapi tantangan.
Kini, dari dapur mungilnya, Eka membuktikan bahwa harapan bisa dimasak bersama keberanian, lalu disajikan dalam bentuk produk-produk inovatif.
Bahwa perempuan desa pun bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal, asal diberi kesempatan.
Dapur Pepaya bukan sekadar usaha rumahan. Ia adalah simbol ketekunan, keberanian untuk belajar, dan bukti bahwa ketika dunia memberi ruang bagi mereka yang kecil, maka yang kecil pun bisa tumbuh besar. (mer/din)